Minggu, 21 Juni 2009

ALLOH SELALU MENJAGAKU
Sebuah kejutan. Rabu, 17 Juni 2009 kemarin aku tiba-tiba mendapat telepon dari Republika. Intinya aku lolos seleksi administrasi dan diminta datang ke Jakarta untuk wawancara. Sungguh ini kejutan bagiku, aku yang saat itu masih di sekolah langsung panik, grogi, bingung, pingin pipis, dan fatalnya tidak enak makan. Bukan karena apa-apa, yang langsung terlintas dalam pikiran, aku akan ke Jakarta sendiri? Tak terbayangkan. Aku bisa tidak?
Saat itu juga, aku langsung menghubungi teman-teman yang mungkin bisa dimintai tolong. Satu-satu kuhubungi. Tidak jawaban pasti. Karena bingung, aku sempat membuat gempar teman-teman guru di sekolah. Merekapun menarwarkan bantuan. Tapi hanya sekadar tawaran. Sampai malam, teman-teman belum ada yang memberi jawaban. Ya sudah aku pasrah. insyaAllah ada jalan.
Aku hampir tidak bisa tidur. Hati ini rasanya gelisah. Jujur aku takut, jika harus ke Jakarta sementara aku tidak tahu sama sekali tentang kondisi kota yang sering memberi kabar buruk itu. Aku bangun dan sholat malam. Minta petunjuk dalam sujud. “Ya Allah, kuserahkan diriku padamu. Biarlah Engkau yang mengurusku.” Bisikku dalam doa. Aku hanya meyakinkan hatiku, kalau ini memang baik bagiku, pasti Allah memberi jalan dan memudahkan langkahku.
Hari Kamisnya aku berangkat ke Jakarta. Dari rumah pukul empat sore diantar sepupuku. Sampai terminal aku langsung ke loket bus Sinar Jaya. Ah jurusan Lebak Bulus yang aku tuju tidak ada yang AC. Bakalan mabuk nih. Selesai membeli tiket, aku langsung mencari bis. Bis nomer 22 yang akan membawaku sudah penuh. Aku tidak langsung duduk, tapi langsung bertanya pada sopir apakah nanti lewat Mampang, daerah Republika berada. Jawaban dengan gaya sunda sang sopir membuat aku semakin bingung. Aku memutuskan turun, dan ganti bis. Jurusan Grogol. Inilah awal pertolongan Allah dimulai.
Pukul lima sore bis AC (tapi sangat jauh dari kategori bus AC) baru mulai bergerak meninggalkan terminal Mendolo Wonosobo. Bunyi berderi-derit mulai menjadi tanda betapa melelahkan nanti perjalan yang aku jalani. Syukurlah bis tidak terlalu penuh, jadi aku bisa duduk sendiri. Aku awali perjalananku dengan banyak bertanya dengan penumpang lain. Aku baru tahu bahwa ternyata aku salah bis. Agak panik aku juga. Tapi sudahlah, pasti nanti ada jalan.
Kota demi kota diewati. Sampai di Brebes hujan deras mengguyur bus. Bus yang bertuliskan AC ini bocor. Pak sopir yang kasian, karena air persis bocor di atas kepalanya. Dengan handuk lap keringat beliau tutpi kepalanya. Kondisi seperti ini membuat aku semakin tidak tenang. Aku tidak bisa tidur. Mataku terus terpicing. Rasa mual mulai mengaduk-aduk perutku. Rasanya sungguh tidak nyaman. Apalagi jika ingat aku mau transit di mana?
Kuambil HP di ransel. Ada sebuah pesan. Ah, pesan dari Tiwi adik kosanku yang sekarang kuliah di Jakarta. Aku hampir menangis, karena aku sama sekali tidak ingat sama Tiwi. Setelah aku menjelaskan semua kondisiku, akhirnya Tiwi memberiku tempat untukku. Aku bisa mandi, istirahat. Setelah pasti aku mau dimana, akupun bisa tidur. Tapi tetap tidak bisa nyenyak, pak sopir mengambil jalan pintas dan jalan yang dilewati bergelombang. Bis berjalan seperti melompat-lompat. Aku semakin mual. Hampir mabuk. Kutahan-tahan jangan sampai keluar. Saat aku sudah ndak tahan tiba-tiba bis menepi dan bernebti di sebuah restoran di kota Tegal. Alhamdulilllah.
Aku langsung turun walaupun hujan deras mengguyur. Tempat pertama yang kutuju adalah kamar mandi. Wudhu dan ke mushala untu sholat jamak magrib dan isya.
Selesai sholat aku makan, perus terasa tak nyaman dan menolak makanan yang kumsukkan. Tak ku habiskan, hanya teh panas agak pahit yang ludes dari gelasnya.
Setelah istirahat dan makan perutku jadi lebih enak. Perjalananpun menjadi lebih indah. Karena sebenarnya keindahan itu bergantung pada kondisi hati. Hatiku yang sangat tenang, senang, terharu, bersyukur bercampur jadi satu. Kupandangi bulan kota Cirebon. Indah berkelap-kelip, air mataku mengalir. Betapa Allah menyayangiku dan selalu memberi jalan saat aku benar-benar bingung dan buntu. Ini mungkin hikmah bagiku slah naik bis, karena kosan Tiwi ada di daerah Grogol.
Pukul lima pagi aku sampai di depan kos di Tiwi. Masih gelap. Belum ada yang bangun. Setelah memberitahu bahwa aku sudah di depan, aku langsung ke mushola untuk sholat subuh. Aku tidak mau mengganggu apalagi aku tidak paham karakter orang Jakarta. Tiwi terus minta maaf, dia tidak bis membawa aku masuk karena yang membawa kunci gerbang ibu kosnya, dan Tiwi tidak tahu beliau sekarang dimana.
Aku sitirahat di kamar Tiwi sekitar tiga jam. Panas kota Jakarta mulai terasa di kamar ini. Sekitar pukul sembilan kurang aku berangkat ke Mampang. Jarak antara kosan Tiwi yang ada di Cengakreng dengan Mampang cukup jauh. Aku harus naik angkot kemudian naik trans Jakarta. Mudah sebenarnya tapi karena jauh aku harus gonta-ganti jalur. Allah kembali menolongku. Dia mengirimkan dua orang bersahabat untuk menolongku da menunjukkan arah menuju Mampang. Tapi petunjuk dari mereka dijamin aku pasti kesasar. Alhamdulillah, aku sampai kantor Republika dengan selamat walau satu jam telat.
Aku baru mendapat giliran wawncara setelah pending sholat jum’at. Mantap aku masuk ruang kecil dengan empat orang yang akan mengetahui keseriusanku. Semua pertanyaan bisa aku jawab, walau kadang terbata-bata. Terutama saat aku harus bercerita menggunakan bahasa Inggris tentang perjalanku dari Wonosobo ke Jakarta. Ah, sok pede aku ngomomg aja, walaupun aku tahu banyak kosakata yang salah aku pakai.
Bersambung….. insyaAllah.

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
orang bilang sih cantik (hehe...soale tak paksa) gemar menulis, gemar membaca, gemar makan, gemar melamun, gemar nglayap, gemar tidur, pokoknya yang asik2 suka deh. aku sekarang jadi guru...terpaksa daripada dibilang pengangguran, tapi itu sementara kok. nanti saat waktunya tiba aku akan jadi presiden, haha dalam mimpi kali. yang pasti, aku adalah manusia jauh dari sempurna yang tetap mencoba, berusaha, latihan, berdoa, untuk menjadi lebih baik dan diridhoi Allah. InsyaAllah. Amin....